Skip to Content

Bagaimana Sebenarnya Ikan dari Laut Sampai ke Meja Kita? Belajar dari Sistem Distribusi Perikanan di Jepang

November 1, 2025 by
Rachman Shaufun

Memahami Rantai Distribusi Hasil Laut di Jepang

Pernahkah kamu berpikir bagaimana ikan segar yang ditangkap nelayan bisa sampai ke piring kita?

Di balik satu potong sashimi atau ikan bakar yang kita nikmati, ada perjalanan panjang yang melibatkan nelayan, pelelangan, pasar besar, hingga restoran.

Jepang memiliki sistem distribusi hasil laut yang sangat tertata, dan banyak hal menarik yang bisa dipelajari untuk diterapkan di Indonesia.

1. Sistem Distribusi di Jepang

Di Jepang, hasil laut dari nelayan mengalir lewat dua jalur utama:

🐟 A. Distribusi Melalui Pasar (市場内流通 / Shijōnai Ryūtsū)

Setelah ikan ditangkap, hasil tangkapan dibawa ke pasar di pelabuhan (pasar produksi).

Contohnya di Prefektur Miyagi, pasar besar seperti Ishinomaki, Kesennuma, Onagawa, dan Shiogama menjadi pusat lelang. Dari sana ikan dikirim ke pasar konsumsi di kota besar seperti Toyosu Market (Tokyo).

Pasar di Jepang menjalankan tiga jenis mekanisme penjualan:

  • Lelang terbuka (Seri) — pembeli menawar langsung di tempat.
  • Penawaran tertutup (Nyuusatsu) — pembeli menulis harga di kertas, sistemnya lebih cepat dan kini banyak dilakukan secara digital.
  • Negosiasi langsung (Aitai Torihiki) — transaksi besar antara pedagang dan pembeli utama seperti supermarket atau restoran besar.

Keuntungan sistem ini adalah transparansi harga, pemerataan distribusi, dan jaminan kualitas.

Setiap hari harga lelang diumumkan, menjadi acuan nasional bagi pelaku pasar.

🚢 B. Distribusi di Luar Pasar (市場外流通 / Shijōgai Ryūtsū)

Ini adalah jalur langsung antara nelayan dan pembeli, tanpa melalui pasar. Misalnya, nelayan menjual langsung ke pabrik pengolahan, restoran, atau konsumen online.

Keuntungannya, nelayan bisa menentukan harga sendiri dan menghemat biaya distribusi. Namun butuh kemampuan pemasaran, logistik, dan manajemen yang kuat.

🤝 C. Penjualan Bersama (共同販売 / Kyōhan)

Untuk nelayan kecil, koperasi nelayan (Gyokyō) berperan besar. Koperasi mengumpulkan hasil tangkapan dan menjualnya secara kolektif ke pembeli besar.

Dengan sistem ini, nelayan lebih aman secara finansial karena pembayaran dijamin oleh koperasi, dan mereka bisa fokus pada produksi.


2. Perkembangan Baru: “6th Industry” – Nelayan melayani seluruh proses dari menangkap dari Laut hingga Penjualan

Beberapa nelayan Jepang kini tidak hanya menangkap ikan, tetapi juga mengolah dan menjual langsung produknya.

Inilah yang disebut “6th Industry” (六次産業化), hasil kombinasi:

Produksi (1) × Pengolahan (2) × Penjualan (3) = 6

Dengan model ini, nelayan dapat menambah nilai produk, menciptakan merek lokal, dan bahkan menggabungkan usaha mereka dengan wisata bahari, restoran, atau edukasi.

Contohnya, ada desa nelayan yang membuka wisata panen tiram, tur memancing, hingga penginapan di pesisir yang dikelola langsung oleh nelayan.

3. Sistem Distribusi Ikan di Indonesia

Di Indonesia, sistem distribusi hasil laut masih cenderung berlapis dan tidak seragam antar daerah.

Secara umum alurnya adalah:

Nelayan → Pengepul / Pengumpul → Pedagang Besar → Pasar Ikan / Pabrik Pengolahan → Konsumen.

Beberapa tantangan utama:

  • ❄️ Keterbatasan rantai dingin (cold chain) menyebabkan penurunan mutu ikan selama perjalanan.
  • ⚖️ Harga ditentukan oleh tengkulak, bukan pasar transparan seperti sistem lelang Jepang.
  • 🚚 Distribusi panjang dan tidak efisien menambah biaya logistik dan mengurangi keuntungan nelayan.
  • 🧊 Kurangnya fasilitas penyimpanan di pelabuhan kecil membuat nelayan sering menjual cepat dengan harga murah.

Namun, kini sudah mulai muncul inisiatif baru seperti Pasar Ikan Modern Muara Baru (Jakarta), e-fishery, dan beberapa koperasi nelayan digital yang mencoba menghubungkan nelayan langsung dengan konsumen.

4. Apa yang Bisa Dipelajari dari Jepang?

Dari sistem Jepang, Indonesia bisa mengambil beberapa poin penting:

  1. 🏛️ Transparansi harga melalui sistem lelang digital
    → Membantu nelayan mendapatkan harga lebih adil dan mendorong efisiensi pasar.
  2. 🧊 Peningkatan infrastruktur rantai dingin di pelabuhan
    → Memastikan kualitas ikan tetap segar dari laut ke konsumen.
  3. 🤝 Penguatan peran koperasi nelayan seperti Gyokyō di Jepang
    → Meningkatkan posisi tawar nelayan kecil dan menjamin sistem pembayaran yang aman.
  4. 💡 Dorongan untuk model “6th Industry” versi Indonesia
    → Nelayan tidak hanya menjual ikan mentah, tapi juga mengolah dan memasarkan sendiri produk seperti fillet beku, abon, atau olahan siap saji.
  5. 🌍 Integrasi dengan wisata bahari dan edukasi lokal
    → Desa nelayan bisa menjadi tujuan wisata, memberi pendapatan tambahan di luar musim melaut.

Kesimpulan

Distribusi hasil laut bukan sekadar soal jual beli, tapi juga tentang bagaimana nilai dan kualitas produk dijaga dari laut hingga meja makan.

Jepang menunjukkan bahwa dengan sistem pasar yang transparan, dukungan koperasi yang kuat, dan inovasi seperti 6th Industry, nelayan bisa hidup lebih sejahtera.

Indonesia memiliki potensi besar untuk mengikuti jejak tersebut — dengan memperbaiki rantai dingin, memperkuat kelembagaan nelayan, dan membangun sistem distribusi yang efisien dan berkeadilan.

🐟

Dari laut yang sama, kita bisa belajar banyak — tentang kerja keras, kolaborasi, dan nilai dari setiap ikan yang ditangkap dengan tangan para nelayan.